Dr. Intan Muchtadi Alamsyah, S.Si., M.Si.,

Dunia Baru di Luar Kalkulus

“Akhirnya saya menamakan diri sebagai pelari midnight”

Senin, 22 Maret 2021
Senin, 22 Maret 2021
intan7.jpeg

SEMUA berawal dari BNI-ITB Ultra Marathon. Demikian Dr. Intan Muchtadi Alamsyah, S.Si., M.Si., memulai cerita tentang kecintaannya terhadap olah raga lari. Dari hobinya tersebut, tak terhitung medali yang telah ia dapat. 

Dosen Matematika FMIPA ITB ini berkisah, bermula ketika di Whatsapp Group Kaprodi, Dr. Techn. Ir. Arief Hariyanto gencar mempromosikan BNI-ITB Ultra Marathon yang pertama. Merasa belum terlalu tertarik dengan olahraga lari, pada penyelenggaraan BNI-ITB Ultra Marathon 2017, bersama suami dan anak-anaknya ia hanya turun di kategori Fun Run 5K.

“Teman-teman yang lain sudah mulai ultra marathon beneran, saya cuma bisa mengagumi. Walau hanya turun di 5K, latihannya serius kok. Ternyata asyik juga. Seperti lembaran baru, pertama kali lari, merasakan kesenangan. Jadi, terus lanjut. Kalau ada event 5K, ikut terus,” ujar Dr. Intan.

Sejak itu Dr. Intan mulai serius menekuni olah raga lari. Ia mulai getol berlatih hingga ikut berpartisipasi dalam berbagai lomba. Beberapa ajang lari 5K bisa ditaklukkannya. Bahkan, Dr. Intan mampu menempati posisi ketiga di acara lari Telkom University untuk kategori wanita di atas 30 tahun. Kepercayaan diri mulai meningkat, Dr. Intan memberanikan diri menjajal Tahura Trail Running Race dengan jarak 7K. Setelah itu, ia melahap rute 10K dalam lomba yang diselenggarakan di Bogor.

Bakan pada 2018, Dr. Intan turun di kategori half marathon (21K) Pocari Sweat Bandung West Java Marathon. Pada tahun yang sama, di BNI-ITB Ultra Marathon ia bergabung di dua tim sekaligus, yaitu Tim ‘93 dan Tim Matematika.

“Saya enggak bisa memilih karena dua-duanya juga teman. Di Tim ‘93 saya jadi pelari kedua, mulai larinya malam. Sementara di tim kedua (Matematika) saya jadi pelari terakhir. Larinya malam juga, tapi besoknya. Jadi ada jeda waktu,” ucapnya.

Beruntung, suami Dr. Intan pun mulai suka berlari. Karena sehobi, mereka suka berlatih bersama. “Kita sudah jadi couple runner gitu. Waktu BNI-ITB Ultra Marathon dia juga nge-double, turun di dua tim,” ujarnya.

Di BNI-Ultra Marathon 2019, Dr. Intan kembali “mendua”, tapi posisinya dibalik. Dia terlebih dulu turun di Tim Matematika pada awal etape kemudian untuk Tim ‘93 di etape Kota Baru Parahyangan. Namun, ada satu yang tak berubah, Intan tetap lari di malam hari.

“Akhirnya saya menamakan diri sebagai pelari midnight,” ujar perempuan lulusan S-3 Universite de Picardie Jules Verne (Amiens) ini tertawa.

Ia mengakui, lari pada malam hari sebenarnya tidak jauh berbeda dengan di siang hari. Selalu ada teman pelari lain. “Pengalamannya sih sebenarnya lebih ke nungguin pelari sebelumnya yang belum datang-datang. Itu yang bikin deg-degan,” katanya.

Pengalaman ikut di berbagai lomba lari membuat Dr. Intan tahu persis perbedaan BNI-ITB Ultra Marathon dengan ajang lainnya. Menariknya, di BNI-ITB Ultra Marathon yang tadinya belum pernah bertemu atau kenal dengan jurusan lain jadi saling kenal. Teman jadi bertambah banyak.

“Seperti ada dunia baru yang kita kenal. Apalagi kan saya dosen matematika, orang sepertinya mikir duluan kalau mau mengajak saya ngobrol, takut ditanya kalkulus kali ya. Apalagi kalau bertemu dan ngobrol dengan sesama pecinta lari, seru. Kita bisa berbagi pengalaman,” ujar Dr. Intan.

Intan mengatakan, banyak sisi positif dari penyelenggaraan BNI-ITB Ultra Marathon. Untuk itu, ia berharap ajang lari tahunan ITB ini bisa terus dipertahankan dan segera digelar secara offline lagi.*

Share
Comments