BNI-ITB Ultra Marathon 2017 menjadi titik transformasi Ir. Hari Tjahjono, M.B.A. Saat itu sosok Hari Tjahjono, yang sangat dikenal oleh teman-temannya tak suka berolahraga, overweight, dan pernah bermasalah dengan jantung tiba-tiba berubah menjadi orang yang gandrung olah raga lari.
“Beda dengan Mas Gatot (Sudariyono) yang sejak mahasiswa sudah menjadi anggota Wanadri dan pernah menaklukkan gunung tertinggi di Eropa. Kalau orang-orang seperti Mas Gatot berlari itu enggak ada yang aneh. Tetapi, kalau seorang Hari Tjahjono tiba-tiba bisa lari, itu baru aneh,” ujar alumni FTMD ITB angkatan 1984 ini memulai cerita.
Hari mengenang, semua berawal dari penunjukan dirinya sebagai Ketua Pelaksana BNI-ITB Ultra Marathon 2017. Sebagai inisiator, saat itu ia diminta oleh Ketua Yayasan Solidarity Forever Susilo Siswoutomo menjadi ketua pelaksana ajang perdana tersebut. “Seperti kebiasaan di Indonesia, orang yang punya ide mesti mau ditunjuk jadi ketua panitia,” ujarnya sambil tertawa.
Dari situlah Hari Tjahjono mulai memikirkan strategi, terutama bagaimana caranya meyakinkan alumni untuk bersedia ikut. Hari tahu betul karakter alumni perguruan tinggi. “Kalau sudah kerja, rata-rata mager (malas gerak) jadinya kelebihan berat badan, termasuk saya juga overweigh saat itu. Profil saya sangat pas dengan profil mayoritas alumni ITB yang tidak bisa lari,” ujar pria kelahiran Madiun, Jawa Timur ini.
Untuk itu, hal pertama yang Hari Tjahjono lakukan adalah mentransformasikan diri terlebih dahulu dari orang yang tak suka berolahraga, kelebihan berat badan, dan pernah dirawat karena punya masalah jantung menjadi seorang pelari. Ia ingin menjadi semacam role model bagi teman-teman sesama alumni. Memulai olah raga lari di usia 52 tahun dengan berat badan 75 kg tentu bukanlah perkara mudah. Butuh tekad kuat karena semua dilakukan benar-benar dari nol. Namun, menurut Hari, harus ada trigger yang sangat kuat yang membuat alumni lain mulai terjun berlatih lari.
Hari Tjahjono juga memanfaatkan hobi menulisnya sebagai salah satu strategi untuk mengajak alumni mengikuti BNI-ITB Ultra Marathon 2017. Alumni MBA Manajemen Strategis dari TSM Business School, University of Twente, Belanda ini menulis segala pengalamannya selama menjalani latihan lari. “Saya rutin ceritakan semuanya dan saya share melalui akun Facebook saya, dari mulai belajar lari 100 meter dan lain-lain,” katanya.
Tak dinyana, strategi tersebut mulai menampakkan hasil. Hari mengatakan bahwa tiba-tiba saja banyak alumni yang tertarik untuk mengikuti BNI-ITB Ultra Marathon 2017. Di luar dugaan, dalam waktu sekitar 6 bulan sebelum lomba, usahanya ini bisa mendorong alumni lain untuk mulai berlatih lari. “Dugaan saya mereka tergerak untuk melakukan hal yang sama karena mereka penasaran, kenapa seorang Hari saja yang dulu enggak suka olahraga dan punya riwayat jantung bisa jadi pelari, kenapa saya enggak,” ujarnya.
Akhirnya, para alumni lain mulai juga berlatih untuk ikut BNI-ITB Ultra Marathon 2017. Mereka makin pede untuk bisa berlari sejauh 10 km dan berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk mengikuti kategori relay 16 (jarak 170 km dibagi 16 pelari). “Relay 16 ini merupakan yang pertama ada di dunia. Ini merupakan keputusan strategis sehingga jumlah peserta menjadi membeludak. Bayangkan, hari pertama pendaftaran, target 400 pelari sudah tercapai, sudah ditutup, sold out! Sementara, alumni lain banyak yang masih antre, meminta jatah slot peserta untuk ditambah,” kata Hari.
Hari mengatakan, jumlah total peserta pada penyelenggaraan perdana BNI-ITB Ultra Marathon 2017 mencapai hampir 1.000 peserta. Bagi Hari, ini merupakan pencapaian luar biasa karena event lari yang baru diselenggarakan ini bisa menggaet jumlah peserta begitu sebanyak.
BNI-ITB Ultra Marathon 2017 telah membuat Hari Tjahjono benar-benar jatuh cinta dengan lari. Buktinya, setelah bisa menyelesaikan jarak 10 km BNI-ITB Ultra Marathon 2017 dan 21 km pada BNI-ITB Ultra Marathon 2018, Hari mencoba mengasah sekaligus menguji kemampuannya mengikuti event lari di luar negeri. Pada April 2019, ia mengikuti Berlin Half Marathon di Jerman. “Alhamdulillah dengan persiapan yang cukup intens, saya bisa finis dengan waktu yang cukup baik untuk ukuran saya,” katanya.
Suami dari Dian Mardiana dan ayah dari Reza Muhammad Tjahjono, Rifqi Muhammad Tjahjono, Afif Rizaldi Muhammad Tjahjono, Raihan Muhammad Tjahjono ini kini bisa tersenyum puas. BNI-ITB Ultra Marathon setiap tahun mengalami progres yang menggembirakan, baik dari sisi penyelenggaraan maupun hal lainnya. “Saya bersyukur semuanya jauh lebih baik dari saya bayangkan. Jumlah peserta terus bertambah dan para pelari juga antusias mengikuti lomba ini. Yang lebih membahagiakan adalah ITB juga terlihat sangat happy dengan acara seperti ini,” ujar Hari.
Hari juga bangga bahwa BNI-ITB Ultra Marathon bisa menjadi pemersatu alumni yang sebelumnya “terpecah” gara-gara urusan politik saat pelaksanaan pilpres dan pilkada. Mereka akhirnya bisa menepikan ego dan kembali menyatu dengan adanya BNI-ITB Ultra Marathon. Perkembangan lari di ITB pun kini sangat menggembirakan. “Hampir di setiap jurusan di semua angkatan masing-masing punya grup lari. Seperti ITB ’84 yang punya anggota hampir 104 orang. Malah yang terbanyak adalah ITB ‘94 yang memiliki grup lari dengan anggota lebih dari 300 orang. Tiap hari yang mereka obrolkan adalah semua tentang dunia lari,” ujarnya.
Pihak ITB sangat mengapresiasi perkembangan positif dari kegiatan yang diinisiasi oleh Hari Tjahjono bersama Yayasan Solidarity Forever ini. Pada bulan April 2018, Hari Tjahjono mendapatkan penghargaan Ganesha Wirya Adi Utama, penghargaan bagi pihak-pihak (unit kerja, civitas academica, pegawai non-dosen, dan pihak luar, baik institusi maupun perorangan) yang telah menunjukkan jasa atau mempunyai presentasi dalam mendukung pengembangan institusi ITB.
Selepas lulus dari ITB pada 1984, Hari Tjahjono meretas karier menjadi dosen selama tiga bulan di ITB. Setelah itu, Hari bergabung dengan PT Sempati Air pada tahun 1991-1997. Hari kemudian memutuskan untuk melanjutkan studi dan meraih gelar MBA Manajemen Strategis dari TSM Business School, University of Twente, Belanda.
Sewaktu kuliah di Belanda, Hari juga ikut program magang di perusahaan pesawat Fokker Services. Sekembalinya ke tanah air, ia bergabung dengan perusahaan IT milik Australia selama 2 tahun dan kemudian bekerja di perusahaan Jerman selama hampir 10 tahun. “Bosan” bekerja dengan di perusahaan orang lain, Hari merintis perusahaan IT sendiri pada 2009 selama 10 tahun. “Sekarang saya jadi pengacara, pensiunan banyak acara,” kata Hari Tjahjono tertawa berderai.***











