Prof. Dr. Ir. Hari Muhammad

Memang Bukan Event Lari Biasa

Cara seperti ini tanpa disadari menularkan kebaikan, yaitu menggugah orang untuk menyumbang. Jangan dilihat dari jumlahnya, tapi kontribusi alumni bagi almamaternya.

Senin, 22 Maret 2021
Senin, 22 Maret 2021
hari2.jpeg

BANYAK cara menggugah seseorang agar berbuat baik. BNI-ITB Ultra Marathon, misalnya. Acara yang digagas Yayasan Solidarity Forever (YSF) ini bukanlah event lari biasa. Tak hanya menantang secara fisik, tapi juga mengajak para peserta yang mayoritas alumni berbuat sesuatu bagi almamater tercinta.

Prof. Dr. Ir. Hari Muhammad, salah seorang yang membidani lahirnya BNI-ITB Ultra Marathon, menyebut, gagasan awal penyelenggaraan acara ini karena adanya keinginan membantu Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) yang saat itu tengah melakukan akreditasi internasional.

Untuk bisa mengantongi akreditasi yang dikeluarkan lembaga dari Jerman banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Salah satunya fakultas harus memiliki fasilitas laboratorium yang memadai. Sayang, saat itu laboratorium yang dimiliki FTMD dalam kondisi kurang menguntungkan, banyak yang mesti diperbaiki.

“Ketika itu saya sebagai Dekan FTMD menemui advisory board, salah satunya Pak Susilo (Siswoutomo). Setelah berkonsultasi, akhirnya untuk memudahkan pencarian dana, pada 16 Januari 2016 kita mendirikan Yayasan Solidarity Forever di depan notaris. YSF inilah yang akhirnya membantu pencarian bantuan dana cash maupun peralatan untuk memodernisasi fakultas,” ujar Prof. Hari.

Dengan adanya YSF, saat tim akreditasi datang, Hari pun bisa memberikan jaminan bahwa dalam 5 sampai 10 tahun mendatang pihaknya akan memperbaiki fasilitas laboratorium agar lebih modern. Alhasil, FTMD pun mendapatkan akreditasi internasional walau dengan beberapa catatan.

Agar lebih masif dan melibatkan banyak alumni dalam pengumpulan dana, tercetus menggelar ajang lari. Maka, lahirlah BNI-ITB Ultra Marathon yang pada penyelenggaraan pertama bertajuk “Tribute to FTMD”. Diakuinya, awalnya mereka kesulitan mencari sponsor, terlebih lomba lari Jakarta-Bandung ini merupakan yang perdana sehingga membuat banyak pihak ragu. Namun, pada detik-detik terakhir, ada sponsor yang bersedia bergabung.

“Penyelenggaraan pertama pesertanya belum terlalu banyak, hampir 1.000 orang. Tapi siapa sangka ternyata ramai. Apalagi sudah ada medsos, orang-orang banyak yang ingin eksis. Acara terbilang sukses, tapi masih banyak hal untuk evaluasi,” tuturnya.

Profesor yang pernah aktif di IPTN ini mengatakan, walau dana yang dikumpulkan tidak banyak, ada hal lain yang ingin ditumbuhkan, yaitu membiasakan orang untuk berdonasi, berbuat kebaikan.

“Senang kan kalau alumni bisa memberikan sumbangan untuk almamaternya. Berapa pun nilainya atau apa pun bentuknya, setidaknya dia sudah pernah menyumbang. Itu jadi kebanggaan walaupun mungkin dia cuma memberikan uang pendaftaran,” katanya.

Pada tahun kedua pelaksanaan, cakupan diperluas, bukan hanya untuk fakultas, tetapi bagi ITB secara keseluruhan. Tajuk acara pun berubah menjadi “Tribute to ITB”. Para alumni mulai berinisiatif mengajak rekan-rekannya untuk ikut berdonasi. Tidak cuma dengan ”menodong” langsung temannya untuk ikut menyumbang, ada juga peserta yang menjual langkah mereka. Misalnya menjual langkah 1 km mereka seharga Rp 100 ribu kepada alumni lain yang tak bisa ikut berpartisipasi secara langsung.

“Cara seperti itu tanpa disadari menularkan kebaikan, yaitu menggugah orang untuk menyumbang. Jangan dilihat dari jumlahnya, tapi kontribusi alumni bagi almamaternya. Itu yang paling penting. Kalau hal ini bisa terus dipertahankan, kontribusi alumni terhadap institusi atau fakultas akan luar biasa,” kata Prof. Hari.

Hari mengaku, sejak pertama kali digelar hingga sekarang ia memang belum pernah merasakan seperti apa berlari di rute Jakarta-Bandung. Hal itu karena kesibukannya sebagai panitia dan juga pekerjaan.

Namun, dia tidak menampik kalau ada keinginan untuk menjajal rute BNI-ITB Ultra Marathon. Bahkan, sebenarnya dia sudah merencanakan untuk turun di tahun 2020. Sayang, karena pandemi COVID-19, pelaksanaan BNI-ITB Ultra Marathon 2020 digelar secara virtual.

“Keinginan itu masih ada. Insyaallah nanti kalau event fisiknya sudah bisa digelar, saya akan ikut. Malah mungkin nanti saya bikin tim keluarga karena dua anak saya sudah ikut sebelumnya,” tuturnya.

Pria yang meraih gelar S-3 di Technische Universiteit Delft, Belanda ini berharap BNI-ITB Ultra Marathon bisa menyatukan alumni yang saat ini masih terkotak-kotak karena perbedaan pandangan dalam politik dan hal lainnya.

“Di event ini semua bersatu, tidak ada beda jurusan atau angkatan. Semua punya tujuan sama, menuntaskan misi berlari dari Jakarta ke Bandung,” katanya.*

 

 

 

 

 

Share
Comments