Tidak hanya bertujuan untuk sehat, ternyata banyak hal lain yang membuat seseorang mencintai olahraga. Dua kali mengikuti lari di BNI ITB Ultra Marathon, Heru Setiawan, salah seorang alumni Teknik Mesin angkatan 83. merasakan betul bagaimana event tersebut bisa mengubah olahraga lari marathon yang biasanya dikenal sebagai olahraga soliter menjadi olahraga tim.
Di BNI ITB Ultra Marathon ini peserta memang tidak cuma bisa ikut di kategori individu tetapi juga berlari secara tim. Bagi peserta yang mayoritas alumni dan sudah berumur, tentunya kategori tim menjadi salah satu pilihan yang tepat untuk bisa ikut marathon yang juga dijadikan sebagai ajang reuni.
Meski mengambil start di beda tempat tetapi semua pelari terus memantau anggotanya. “Ikut BNI-ITB Ultra Marahton 2017 itu pengalaman luar biasa. Lari yang selama ini dianggap sebagai olahraga soliter atau sendiri, dengan BNI-ITB Ultra Marathon ini dibuat menjadi olahraga tim. Konsep itulah yang mengubah mindset seseorang, terutama saya, bahkan mungkin secara global,” ujar Heru.
Seperti yang dilakukannya saat pertama kali turun di BNI ITB Ultra Marathon 2017, pria yang baru saja melepaskan jabatannya sebagai Direktur Utama PT Pertamina Power Indonesia ini, awalnya cukup kesulitan mencari orang yang mau berlari sejauh 10K dengan alasan mereka tidak bisa lari. Terlebih berlari sejauh 10K di usia yang sudah memasuki 50-an tentunya membuat orang sudah merasa pesimis tidak mungkin menempuh jarak sejauh itu. Hingga akhirnya, terkumpullah satu tim yang terdiri dari 16 orang.
“Misi kita di sini hanya sampai selamat, bukan bicara waktu lagi karena kita sudah umur 53. Kita monitor pelari anggota kita.Waktu itu ada excel di komputer saya, tiap pelari ditargetkan sampai jam berapa. Lalu memantau pelari posisinya dimana dan siapa next pelari. Jadi lebih mirip game bukan marathon, sensasinya itu,” sebutnya.
Heru mengenang, karena kesibukannya, pada BNI ITB Ultra Marathon 2017 itu diposisikan sebagai pelari terakhir, yang berarti dia menjadi finisher untuk timnya. “Enggak pernah kebayang olahraga lari masuk finish line. Menjelang finis saya disambut sama orang-orang yang teriakin nama saya. Teriakan nama itu yang membuat moment itu menjadi priceless, walaupun kondisinya gelap karena saya masuk finis pada jam 1 malam. Saya masih simpan videonya,” kenangnya.
Euphoria serta kebersamaan yang terjadi pada penyelenggaraan ITB UM pertama itu membuat banyak orang yang mulai tertarik untuk mulai berlari. Hasilnya pada ITB UM 2018, angkatan 83 pun menurunkan dua tim. “Buat saya ini suatu event yang luar biasa idenya out of the box, karena bisa merubah mind set seseorang dan menginspirasi orang lain untuk mulai menyukai lari. Dari awalnya saya susah nyari pelari sampai akhirnya 2018 harus mengatur pelari masuk tim mana karena banyak yang ingin ikut. Itu merupakan pengalaman yang benar-benar perfect life, karena lewat ITB UM jadi punya inisiatif game changing sekaligus menginspirasi orang,” katanya.*










