SEJAK ide awal pelaksanaan BNI ITB Marathon digulirkan oleh alumni FTMD ITB dan Yayasan Solidarity Forever (YSF), Prof. Dr. Wawan Gunawan Abdul Kadir, M.S., tanpa pikir panjang langsung menyatakan persetujuan. Guru Besar Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB ini memang sangat menyukai olahraga, terutama lari yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupannya.
Prof. Wawan mengatakan, hampir setiap hari, selepas salat Subuh kira-kira pukul 6.00 WIB, ia biasa berlari sejauh 9-11 km. “Jadi, kalau ditotal dari 3,5 tahun yang lalu, sudah 5.000 kilometeran, mungkin sudah sampai ke Mekkah-lah,” ujar Prof. Wawan Gunawan mengawali obrolan dengan tertawa berderai.
Namun, bukan hanya itu, bagi mantan Wakil Rektor Keuangan, Perencanaan, dan Pengembangan ITB ini, BNI-ITB Marathon memiliki manfaat luar biasa. Menurutnya, setidaknya ada tiga manfaat utama yang bisa dipetik dari pelaksanaan BNI-ITB Marathon. Yang pertama adalah manfaat umum, yaitu untuk menjaga kesehatan. Dengan berlari, badan akan sehat dan stamina akan terjaga. Lari pun menurut Prof. Wawan merupakan olahraga yang murah meriah, tak sampai menguras biaya. “Walau sekarang tak murah-murah juga, karena harga sepatu lari bisa mencapai Rp 5 juta,” kata Prof. Wawan kembali bercanda.
Manfaat kedua dari pelaksanaan BNI-ITB Marathon adalah adanya penggalangan dana. Penggalangan dana ini sangat bermanfaat bagi pengembangan ITB. Seperti pada penyelenggaraan BNI-ITB Ultra Marathon pertama pada 2017. Ia mengatakan bahwa dana yang terkumpul kala itu digunakan untuk pengembangan Fakultas Mesin. “Bukan hanya itu, sebagian disumbangkan juga untuk dana kegiatan sosial di jalur yang dilewati acara BNI-ITB Ultra Marathon,” kata pria berumur 62 tahun ini.
Kemudian, manfaat yang terakhir yang menurut Prof. Wawan tak kalah penting dari BNI-ITB Ultra Marathon adalah silaturahmi. Alumni dari berbagai angkatan berkumpul menjadi satu. “Alumni dari berbagai layer, dari yang tua-tua yang enggak bisa lari dan cuma bisa jalan kaki sampai angkatan tahun 2000-an berkumpul sehingga terjalin komunikasi positif. Hal itu diperkuat di akhir pelaksanaan, ada semacam gebyar yang membuat acara menjadi sangat meriah,” ujarnya.
Prof. Wawan Gunawan mengatakan, interaksinya dengan BNI-ITB Ultra Marathon sudah dimulai sejak awal penyelenggaraan. “Penyelenggaraan BNI-ITB Ultra Marathon pasti hubungannya dengan pemangku kepentingan lain, dan karena saat itu saya menjabat sebagai Wakil Rektor Keuangan, Perencanaan, dan Pengembangan jadi saya terlibat,” katanya. Prof. Wawan pun turut berpartisipasi langsung dalam acara BNI-ITB Ultra Marathon dengan menjadi peserta kategori Fun Run 5 km dari depan Kantor PLN Bandung di Jalan Braga dan finis di kampus ITB, Jalan Ganesha dan ikut melepas para peserta Ultra Marathon 2018 dan 2019 di Jakarta.
Ada pengalaman menarik sekaligus lucu yang tak dapat dilupakannya ketika mengikuti Fun Run 5 km. Sehari sebelum pelaksanaan lomba, ia bersama rekan-rekannya, termasuk Rektor ITB Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA bermufakat untuk ikut kategori ini. Namun, pas hari H pelaksanaan, di garis start, rekan-rekannya semua tak ada yang datang. Dengan tekad kuat, ia akhirnya memutuskan terus melanjutkan acara larinya. “Eh pas 1 km menjelang finis, di bawah jembatan sebelum finis, tiba-tiba rombongan Pak Rektor ikut bergabung. Jadi mereka ikut lombanya cuma 1 km, sedangkan saya saat itu sudah terengah-engah kecapaian. Aya-aya wae Pak Rektor mah,” kata Prof. Wawan tertawa terkekeh.
Prof. Wawan pun merasa gembira dengan progres BNI-ITB Ultra Marathon. Bahkan, pada 2019 muncul ide dari panitia untuk meningkatkan gebyar BNI-ITB Ultra Marathon pada ajang berikutnya. Saat itu bersamaan dengan momen 100 tahun ITB, rencananya tradisi BNI-ITB Ultra Marathon akan dikemas layaknya Boston Run atau Tokyo Marathon yang telah mendunia. Kedua ajang tersebut telah membuktikan bahwa olahraga juga bisa menghidupkan sektor pariwisata. Menurutnya, jika hal tersebut terwujud, pariwisata Bandung pun akan bergairah karena ITB berlokasi di Bandung. “Tinggal dikemas. Undang pelari top. Ini akan menjadi nilai tambah bagi ITB, alumni, dan juga Bandung. Namun, semua tinggal rencana karena pada 2020 pandemi Covid-19 merebak. Tetapi, ke depan saya yakin kita pasti bisa mewujudkannya,” ujarnya.
Mengikuti perjalanan karier pendidikan Prof. Wawan Gunawan terasa unik. Ia menyelesaikan S-1 dan S-2 bukanlah di kampus ITB, melainkan di UGM Yogyakarta. Ia direkrut menjadi dosen di ITB pada tahun 1993. “Saat itu saya yang sedang bekerja di perusahaan minyak di Natuna dihubungi teman, yaitu Profesor Djoko Santoso (Rektor ITB 2005-2010) untuk melamar ke ITB. Desember 1992 saya mengirimkan lamaran lewat radiogram dan alhamdulillah diterima. Proses diangkat menjadi PNS pun sangat cepat waktu itu. Bayangkan, Januari prajabatan, Februari ada semacam training, dan SK keluar Maret 1993,” katanya mengenang.
Atas saran Prof. Djoko Santoso pulalah, ia menjatuhkan pilihan untuk meneruskan S-3 di ITB walau pada saat itu ada tawaran S-3 di Inggris dan Prancis. Ia menyelesaikan studi S-3 di ITB dalam waktu cepat, 3 tahun. Setelah itu, ia mengaku bahwa semua karakter khas UGM-nya pun “hilang”. “Saya telah betul-betul di-ITB-kan. Pokoknya ITB nomor satu. Kalau berguyon, saya selalu bilang bahwa saya lebih ITB daripada mahasiswa S-1 ITB. Karena apa? Karena yang S-1-nya di ITB jangan-jangan S-2 dan S-3-nya di luar ITB. Saya terbalik,” katanya.
Prof Wawan Gunawan bersama istri memiliki empat orang anak laki-laki dan empat orang cucu. Anak pertamanya menyelesaikan studi S-3 di Jerman dan menjadi peneliti di ITB sebagai ahli nanoteknologi. Putra keduanya lulusan hukum dan manajemen sekarang bekerja di kejaksaan. Sementara anak ke-3 merupakan sarjana hukum dan anak bungsunya berprofesi sebagai dokter spesialis jantung di rumah sakit di Palimanan, Cirebon. Sementara, sang istri yang juga lulusan ITB, selepas menjadi pegawai negeri di Kementerian ESDM, dikatakan Prof. Wawan kini menjadi “pengacara”. “Pengangguran banyak acara,” katanya sambil terbahak-bahak.
Istrinya yang merupakan adik paling kecil dari Ibu Ainun Habibie, disebut Prof. Wawan melebihinya dalam urusan olahraga lari. Walau dengan jalan cepat, ia tak pernah absen ikut tim estafet bersama grupnya di BNI ITB Ultra Marathon ITB. Bahkan, istrinya pun pernah mengikuti ajang lari di Tokyo, Jepang. “Istri saya sangat menyukai lari. Saat ikut estafet BNI ITB Ultra Marathon, saya jadi ikut sibuk juga menjadi pengawal istri yang kebagian berlari dari Cimahi ke Bandung. Padahal, saat itu larinya baru dimulai pukul 2 dini hari dan malamnya istri saya tak bisa tidur. Tetapi, hebatnya, dengan spiritnya, ia bisa finis,” ujarnya.
Kecintaan terhadap dunia olahraga pun dibuktikan Prof. Wawan Gunawan dengan menjabat sebagai Ketua Pelti Pengurus Provinsi Jawa Barat. Ia kerap memperkuat tim tenis Alumni ITB dan ikut bertanding bersama kelompok 50-55. “Tiga tahun terakhir sih juara terus,” tutur Prof. Wawan yang mengharapkan agar pelaksanaan BNI-ITB Ultra Marathon harus terus dijalankan dan dikembangkan, bukan hanya untuk alumni dan kalangan ITB, tetapi juga dikembangkan untuk masyarakat luas.***











