BAGI pencinta lari di kalangan alumni ITB, nama Ahmad Shalahudin Zulfa sudah tak asing lagi. Lelaki yang akrab dipanggil Danang ini dikenal sangat paham dengan olahraga yang digelutinya. Keberhasilannya menaklukkan sejumlah event maraton membuatnya cukup dikenal sebagai pelari andal. Suka dan duka telah dilewatinya selama menggeluti dunia lari. Gelaran maraton, ultra maraton, maupun triatlon nasional dan internasional pernah dijajal oleh alumni FTI ITB angkatan 1994 ini. Bahkan, karena pernah menaklukkan ajang Ironman Triathlon 2017 di Malaysia, rekan-rekannya menjulukinya sebagai “Ironman”.
Bukan hanya piawai berlari, Danang pun cakap dalam mengorganisasi penyelenggaraan ajang lari. Buktinya, selain sebagai peserta, ia pun sempat didapuk menjadi Wakil Ketua Pelaksana BNI-ITB Ultra Marathon 2019 dan menjadi Ketua Pelaksana BNI-ITB Virtual Ultra Marathon 100K 2020.
Bagi Danang terlibat langsung dalam pelaksanaan BNI-ITB Ultra Marathon terasa sangat spesial. Indahnya kebersamaan yang tercipta dan keseruan lainnya saat berlari dengan anggota tim merupakan hal yang tak mungkin terlupa. Ikut di beberapa segmen, membuatnya merasakan bagaimana serunya tim saling memberikan support kepada anggotanya. Kemudian, support yang diberikan rekan-rekan satu angkatan untuk menyemangati rekannya. Menurut dia, itu sesuatu yang sangat indah, epik.
“Bayangkan berlari dari Jakarta ke Bandung, aki-aki umur 70-an pun ada, sampai ada keluarga yang mengikutinya. Saya selalu terharu melihat orang-orang lari siang dan malam dalam cuaca panas atau dingin, kering kerontang karena haus, tetapi mereka tetap bersemangat,” ujar CEO PT Sasmita Wikrama Nusantara ini.
Suami dari Nina Afiani tersebut juga mengatakan bahwa semua perjuangan selama berlari menempuh jarak jauh akan terasa kian spesial saat tiba di garis finis. Sambutan yang dikemas sangat meriah menjadikan semua terasa luar biasa.
Menurut Danang, BNI-ITB Ultra Marathon memiliki kelebihan yang terletak pada kebersamaan yang tercipta. Dan itu khas mewarnai setiap penyelenggaraan yang membuatnya harus tetap dipertahankan. Bahkan, saat BNI-ITB Ultra Marathon diselenggarakan pada masa pandemi dan digelar secara virtual, kebersamaan ini tetap terjaga. Malah, positifnya alumni yang berada di luar negeri pun bisa turut berpartisipasi.
Menurutnya, berlari secara virtual terbilang suatu pendekatan yang baru. Pada lomba ini menerapkan aplikasi Strava sehingga peserta bisa melakukan penghitungan waktu secara otomatis. BNI-ITB Virtual Ultra Marathon 100K 2020 mencatat jumlah peserta yang signifikan, yaitu 5.002 orang. Secara khusus, dana yang berhasil terkumpul dalam acara tersebut didedikasikan untuk penelitian vaksin COVID-19 oleh ITB.
Selain menjadi ketua pelaksana, Danang pun turun juga berlari di ajang BNI-ITB Ultra Marathon keempat ini meski hanya berlari di seputaran kawasan rumahnya, di Bumi Serpong Damai, Tangerang. Ke depan, Danang menyarankan, penyelenggaraan BNI-ITB Ultra Marathon harus dibuat dua versi, yaitu secara virtual dan physical. Tentu, semua menunggu kabar dari Satgas COVID-19 Indonesia.
“Untuk virtual, penyelenggaraannya bisa dijadikan sebagai Hari Berlari Online Sedunia atau Gajah Berlari Online Sedunia. Selain itu, mungkin ada kategori baru khusus untuk antar-universitas di Indonesia agar bisa menguatkan kerja sama. Atau bahkan melibatkan komponen bangsa, kepala daerah, dan pejabat negara untuk melakukan estafet virtual. Pokoknya, improve terus penyelanggaraannya, termasuk penggalangan dananya,” ujarnya.
Awal menggeluti dunia lari pun cukup unik. Danang menyebutkan, dulu ia dikenal sebagai perokok berat. Kebiasaan buruknya tersebut membuat kondisi kesehatannya menjadi tidak baik. Akhirnya, pada 2014 dia pun memutuskan untuk berubah, berhenti merokok demi menjaga kesehatan. Bukan hanya itu, pada 2015 ia pun mulai mengakrabi olah raga lari.
“Dari situlah titik saya mulai menekuni olahraga ini. Awal-awal lari, 1 km saja mata sudah kunang-kunang. Tapi, itu tidak menghentikan tekad saya untuk mulai hidup sehat. Akhirnya, saya memulai program lari dan mencari referensi-referensi sendiri. Hingga akhirnya bertemu komunitas lari di ITB yang terus memberikan motivasi sampai akhirnya memberanikan diri ikut maraton,” ujar Danang.
Berhasil menaklukkan event maraton di Bali pada kategori 42 km membuatnya tertantang untuk bisa melakukan hal yang lebih. Diberkahi kemampuan bersepeda dan berenang membuatnya memberanikan diri mengikuti ajang triatlon pertamanya pada 2016. Di tahun yang sama Danang mulai mencoba turun di Merapi International Ultra Marathon yang digelar di kawasan Gunung Merapi. Kemudian, pada Agustus 2016 Danang juga mencapai finis lomba maraton Nusantara Run 2016 dengan rute Cirebon–Purwokerto.
Perjalanan Danang untuk bisa menjadi pelari atau sebagai seorang triathlete tidaklah mudah. Dia sempat mengalami dua kali kecelakaan hingga membuatnya harus menjalani operasi di bagian kaki dan bahu. “Di tengah giat-giatnya berolahraga, saya diingatkan agar tidak over. Saya mengalami dua kecelakaan, dua-duanya terjadi saat bersepeda hingga harus menjalani operasi. Ini seolah menjadi pengingat saya karena kurang hati-hati dan kurang balance dalam kehidupan. Akhirnya saya bisa jadi ngatur, kalau sedang lomba jangan serampangan dan tetap hati-hati,” tuturnya.
Namun, kecelakaan itu tidak membuat Danang meninggalkan olah raga lari. Masih dalam kondisi pemulihan dan memakai kruk, pada BNI ITB Ultra Marathon 2017 Danang tetap mendukung penyelenggaraan. Bahkan, saat pelaksanaannya pada Oktober, Danang ikut turun di kategori maraton. Setelah benar-benar pulih, pada November 2017 Danang langsung menguji kondisinya dengan ikut turun di lomba triatlon legendaris, Ironman Triathlon Malaysia.
Bukan tanpa alasan julukan Ironman itu disematkan kepada Danang, mengingat tantangan dalam event ini sangatlah berat. Ia harus berenang di lautan lepas sejauh 3,8 km, bersepeda dengan jarak 180 km, dan berlari sejauh 42,2 km. Makanya, ajang tersebut dikenal dengan istilah “satu hari terberat di dunia”.*











